Selasa, 15 Agustus 2017

Menjadi Ibu yang Bahagia

Kalau bilangin orang kok manja bgt sih. Minta dibantuin urus ini-itu.
Respon orang-orang adalah "Km aja yg apa-apa mau sendiri. Boleh kok minta tolong kalau ga mampu"

Standar orang memang berbeda-beda. Rasanya jika dibantu soal anak langsung merasa jd Ibu yang tidak berguna.
Saya menulis ini, karena saya merasa perlu 'menyembuhkan' diri sendiri. Saya sering tersiksa sendiri atas standar sempurna sebagai seorang Ibu yang tentu saja saya buat sendiri.
Bahkan ada suatu waktu saya merasa perlu menemui Psikiater soal ini (this is serious)

*Anak-anak harus makan-makanan bergizi, teratur 3 kali sehari. Snack sehat. Minum susu.
Tersiksa? Yes. Sebelumnya saya bangun jam 4 pagi memasak makanan sehat untuk anak-anak. Jadi saat mereka bangun makanan sudah siap.
Bagus. Tapi yakin bisa begitu tiap hari? Yakin ga akan sakit setiap hari hanya tidur 3-4jam. Yakin anaknya juga ga pengen menikmati KFC sesekali?

*Anak-anak tidak boleh main gadget. Sakha anak yang aktif. Sehari-hari main sepeda, menggambar dan main bola. Kegiatan yang bergerak dan kreatifitas.
Tapi yakin bisa selalu menemani Sakha? Kalau lagi sakit? Atau adiknya lagi rewel?

*Rumah harus selalu bersih. Mainan harus berada ditempatnya setelah dipakai.
Bagus. Bersih, nyaman dan sehat.
Setiap liat bercak kotor dilantai bawaannya selalu pengen ngepelin.
Yakin bs tiap hari ngepel sampai 2-3 kali. Yakin Sakha ga akan sebel setiap Ibunya suru "rapihin mainannya"

Pada akhirnya Ibu yang sok sempurna ini hanya manusia biasa. Sesekali ingin rehat dari dapur, dan mengajak anak-anak makan di luar.
Sesekali ingin beristirahat, dan mengizinkan Sakha nonton Ogoh-ogoh di Youtube.
Its Ok mengajarkan anak-anak soalnya kebersihan dan kerapihan. Tapi mungkin saya sering lupa. Anak-anak tetap saja anak-anak. Yang kalau makan tumpah kemana-mana. Yang mainannya ada disana-sini.
Saya sedang belajar.
Belajar meminta tolong jika tidak mampu. Belajar santai saja. Belajar tidak terlalu mencemaskan seisi jagat raya ini.

Belajar jadi Ibu yang bahagia bukan Ibu yang sempurna. Bukannya itu yang anak-anak butuhkan?

Senin, 12 September 2016

Menyapih dengan Kasih

Sakha baru 18 bulan saat tahu ternyata positif hamil. Agak diluar rencana. Awalnya ingin Sakha supaya lulus ASI 2 tahun. Namanya anugrah, disyukuri saja.
Dilemanya kali ini adalah, menyapih atau tidak. Browsing-browsing artikel sejauh ini tidak ada larangan menyusui saat hamil. Tapi pertimbangan karena akan hamil sendiri (bapaknya msh kerja) dan juga mengurus anak rasanya akan berat sekali kalau msh menyusui. Apalagi resiko kontraksi yang mungkin terjadi jika menyusui saat hamil. Jadi untuk menyampingkan resiko kami memutuskan untuk menyapih Sakha 😢

H-1 mulai meyakinkan Sakha kalau dia sudah besar, jadi minum susu pakai gelas saja. Pagi-siang-sore masih lancar. Malam masih sy izinkan untuk minum ASI.

H pagi-siang-sore ya masih cukup aman seperti biasanya. Karena ada Ajik (bapaknya) yang selalu bisa mengalihkan perhatiannya. Saat tidur malam, Sakha yang sudah sangat mengantuk tetap berusaha untuk minta ASI penuh tangis dan teriakan. 😩 Berkali-kali ajiknya berusaha menidurkan. Ini jadi malam yang sangat panjang, karena Sakha maunya digendong. Setiap direbahkan selalu bangun lagi dan minta ASI.

H+1 saat pagi seperti Sakha sudah tiba-tiba lupa. Seharian sama sekali tidak minta ASI. Bahkan saat malam setelah minum susu dengan gelas Sakha langsung tertidur sendiri.

Ternyata semudah itu?
Tidaaaaak, untuk kasus Sakha memang sudah selesai. Tapi bengkaknya si sumber ASI malah yang membuat si Ibunya drama selama 10 hari. 10 hari bengkak, yang bahkan mengangkat tangan saja nyeri 😰
Cuma, baiknya setelah saat itu Sakha tidur malam semakin lelap, bahkan tanpa bangun malam lagi. Makanya jg jadi makin lahap, mungkin karena tidak ada selingan ASI jd lebih terasa lapar.


Untuk berbagi pengalaman, sebelum menyapih perbanyak membaca cara-cara menyapih yg tidak membuat anak drama dan trauma.
Dulu berbagai mitos muncul untuk menyapih, kasi yang pahit-pahit lah diputing supaya anak kapok. Hmm. Percayalah, jangan memulai menakuti anak dengan cara seperti itu.
Beberapa orang juga bilang supaya pisahkan anak-ibu supaya anak lupa. Anak sudah cukup stress karena ASI tiba-tiba distop, apalagi harus dijauhkan dari Ibunya. Tentu cara ini sangat jauh dari kasih.

Pengertian, penjelasan, dan waktu adalah cara yang terbaik. Buktinya Sakha bisa disapih dengan kasih tanpa drama (ada sih drama sedikit) 😜

Rabu, 16 September 2015

Selamat Ulang Tahun, Sakha

15 september 2015, jadwal cek kandungan bulan ke 8. Seperti biasa, akrobatik sedikit dengan perut membuncit naik motor dr biaung ke klinik di diponegoro. Lumayan jauh dan lumayan bikin kram. Menurut dokter, bayinya sehat dan posisinya juga sudah siap lahir. Kata dokter, "sampai jumpa di cek up 2 minggu lagi, atau mngkn sampai jumpa di rumah sakit."

Sampai rumah mendengar kabar gembira via BBM. Keponakan, anak dari kakak baru saja lahir. Kiran, lahir di Bandung dengan sehat. 


Mungkin karena kecapean, akhirnya sy ketiduran dan kebangun jam 4 pagi karena kebelet buang air kecil. Bolak-balik pipis, sembari chat via whatsapp dengan suami.
Paginya mulai mules, tapi sy pikir karena salah makan. Jadi saya paksakan tidur lagi.
......................
Keesokan harinya saya mulai curiga sama kebelet pipis yang ga ada habis-habisnya ini. Apa mungkin ini tanda lahiran?
Mencari aman, sy memutuskan untuk ke rumah Ibu saya agar lebih mudah menuju rumah sakit jika memang benar akan melahirkan.

Sampai di rumah ibu, keadaan masih aman terkendali. Sesekali memang mules-mules, tapi masih bisa makan, beli eskrim, dan jalan-jalan kecil di halaman rumah. 
Seperti yang saya baca di buku, jika akan melahirkan biasanya akan terjadi flek pendarahan. Tapi sy belum mengalaminya. Jadi masih ragu, ini mau melahirkan apa bukan sih? Mengingat masih bulan ke 8 kehamilan.

Semakin lama, kontraksi semakin intens. Jam 3 sore saya memanggil bibi yang kebetulan seorang bidan untuk mengecek. Ternyata benar sdh bukaan 1. Tapi kata beliau, masih lama ini lahirnya.

Jadi saya masih tetap bertahan di rumah, sembari latihan nafas, agar energi tidak terkuran karena menahan kontraksi.

Jam 6.30 kakak sy memaksa mengajak ke RS, jaga-jaga saja katanya.

Jam 7.00 sampai di RS Bros, masuk ruang bersalin untuk cek bukaan. Dan, jeng-jeng... Ternyata sudah bukaan 7.

Sepanjang hari itu masih selalu dipantau suami via facetime. 

Jam 9.00 malam Sakha menangis dalam  pelukan. Sehat.



Anak hebat dan jagoan ini, lahir dengan selamat dan sempurna diusia kandungan 8 bulan. Lahir, 3kg, 50cm.



I Gst. Ngr. Raysakha Sena, tepat satu tahun berlalu.

Selamat ulang tahun anak pertama Ibu dan Ajik.
Nama kamu selalu dalam doa Ibu, karena kamu lah tujuan kami sekarang. Kami hidup untuk kamu, bekerja dan berjuang untuk kamu. Terimakasih karena kamu mempercayakan hidupmu pada Ibu dan Ajik. Ibu dan Ajik jauh dari sempurna sebagai orang tua tapi, percayalah sayang seluruh jiwa dan raga kami untuk kamu, Sayang.

Ibu janjikan Sakha akan selalu jadi anak yang bahagia. Tidak akan pernah kekurangan kasih sayang. Tidak akan.